Pengusulan Tiga Hutan Adat di Lingkungan Danau Toba Simalungun Ditolak LBSI



Simalungun,RotasiKepri.com -- Pengusulan tiga daerah hutan adat di wilayah Lingkungan Danau Toba Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendapat respon penolakan dari Laskar Budaya Simalungun Indonesia (LBSI). 


Laskar Budaya Simalungun Indonesia (LBSI) bertemu dengan Pimpinan DPRD Kabupaten Simalungun. Agenda tersebut ingin menyampaikan aspirasi terkait persoalan tanah ulayat ataupun tanah adat di Simalungun. 


Setelah terbitnya Surat Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Pengusulan Wilayah Hutan Adat di Lingkungan Danau Toba, terdapat dalam lampiran pengusulan tiga daerah di wilayah  Kabupaten Simalungun antara lain di Sihaporas, Dolok Parmonangan, Nagahulambu.


Menurut Dedi Damanik selaku Ketua Laskar Budaya Simalungun Indonesia, pihaknya mengumpulkan data-data dan referensi terkait perjalanan sejarah di Simalungun. Hal itu dilakukan guna menjadi bahan seksama agar pengusulan tersebut terlebih dahulu dipertimbangkan.


"Segala sesuatunya yang berbicara tentang sejarah, tanah adat, tanah ulayat, hutan adat, dan sebagainya, terkhusus di Simalungun. Patutlah kiranya mengumpulkan data serta referensi. Tahun ini, oleh Kementerian LHK telah mengusulkan setidaknya ada tiga wilayah di Simalungun untuk dijadikan hutan adat. Kami kaum muda menjadi termotivasi untuk melihat fakta-fakta sejarah di Simalungun. Kalau ke-tiga wilayah tersebut diusulkan menjadi wilayah hutan adat kepada masyarakat, semua kami yang juga memiliki darah kerajaan di Simalungun harus bergerak melihat ini," ungkapnya.


Ketua DPRD Kabupaten Simalungun, Timbul Jaya Sibarani yang juga didampingi unsur  pimpinan DPRD lainnya seperti Samring Girsang dan Elias Barus menerima aspirasi lewat surat yang diberikan oleh LBSI.


Menurut Timbul, untuk di Simalungun, menyoal tanah adat atau sejenisnya bahwa di sini kepemilikan tanah dulunya adalah tanah adat milik partuanon dan tanah kerajaan.


"Di Simalungun yang ada tanah adat adalah tanah partuanon dan tanah kerajaan. Dan kami sadar dan tahu itu. Terimakasih atas kehadirannya, semoga nanti hal ini kita bahas bersama dengan rekan lainnya," ungkapnya sembari menerima berkas surat yang diberikan oleh LBSI, Rabu (15/9/2021).


Nico Sinaga selaku sekretaris menambahkan kepada media, pernyataan Ketua DPRD Kabupaten Simalungun tersebut sudah menjadi pegangan untuk berikutnya.


Menurutnya, Timbul sudah memahami mengenai pro kontra terkait keberadaan tanah ulayat di Simalungun.


"Kami berharap, DPRD Simalungun mengambil sikap sebelum pengusulan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu disahkan. Karena hal itu dapat menimbulkan konflik horizontal dikemudian hari. Selain kita menyampaikan kepada DPRD, dalam waktu dekat ini, kita juga akan menyampaikan kepada Bupati, ATR/BPN, DPRD Sumut, Gubernur, kementerian terkait, hingga ke presiden," ungkapnya.


Menurut Nico, data dan referensi yang mereka persiapkan adalah sebagian data/referensi autentik untuk menyelesaikan persoalan tanah ulayat ataupun tanah adat di Simalungun.


"Semoga nantinya Negara arif dan bijaksana dalam menyelesaikan konflik-konflik yang ada di Simalungun, khususnya mengenai tanah ulayat ataupun tanah adat," tutupnya. (RK - Taman)
Labels:

Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.